Senin, 31 Desember 2012

Sejarah Bilangan Prima

Diposting oleh Unknown di 15.16 0 komentar


Dalam sejarah awal perkembangannya, pengertian bilangan prima adalah bagian dari himpunan bilangan bulat positif lebih dari 1 dan hanya mempunyai dua faktor, yaitu 1 dan bilangan itu sendiri. Jika definisinya diperluas menjadi himpunan bilangan bulat, maka dikenal bilangan prima negatif dan bilangan prima positif. Bilangan-bilangan selain bilangan prima disebut bilangan komposit. Cara yang paling sederhana untuk menentukan bilangan prima dalam suatu rentang tertentu adalah dengan menggunakan Sieve of Erastosthenes (Saringan Erastothenes). Bilangan prima dapat disebut sebagai batu pembangun bilangan bulat positif seperti yang sudah dibuktukan dalam Teorema Fundamental Aritmetik.
Dalam beberapa usaha penemuan yang bertujuan mengkaji hubungan antar bilangan prima, dikenal pula bilangan prima kembar (twin primes) yang merupakan pasangan bilangan prima yang memenuhi kaidah p dan p+2 dengan p adalah bilangan prima. Sebagai contoh, 3 dan 5, 11 dan 13, 29 dan 31.
Sejarah bilangan prima dimulai pada zaman Mesir Kuno dengan ditemukannya sebuah catatan yang menyatakan penggunaan bilangan prima pada zaman tersebut. Namun, bilangan prima dan komposit pada saat itu berbeda dengan bilangan prima dan komposit yang kita kenal sekarang. Bukti lain permulaan sejarah bilangan prima adalah sebuah catatan penelitian bilangan prima oleh bangsa Yunani Kuno.
Dalam sejarah Yunani Kuno, Pythagoras (570 SM-500 SM) terkenal melalui ‘Theorem of Pythagoras’ dan memunculkan Pythagorean Triples yang sebenarnya sudah ada sejak 1000 tahun sebelum masa Pythagoras. Sebelumnya, bangsa Babilonia telah mengenal Pythagorean Triples tersebut dengan nama Babylonian triples. Babylonian Triples terdapat dalam Plimpton 322 yang diperkirakan berasal dari tahun 1900 SM. Terdapat perbedaan antara Pythagorean Triples dengan Babylonian Triples. Pada Babylonian Triples disyaratkan bahwa u dan v sebagai generator 2uv, u2-v2 dan u2+v2 yang merupakan ukuran sisi-sisi segitiga siku-siku, harus relatif prima dan tidak mempunyai faktor prima selain 2, 3 atau 5. Sebagai contoh, 56, 90 dan 106 adalah Babylonian Triples karena u=9 dan v=5. Contoh lain, 28, 45 dan 53 adalah Pythagorean Triples, tetapi bukan Babylonian Triples karena u=7 dan u memiliki faktor prima 7.
Bilangan prima dalam Rumusan Bilangan Sempurna terdapat pada karya Euclid dalam buku IX Elements (300 SM) yang berisi beberapa teorema penting mengenai bilangan prima, termasuk ketakberhinggaan bilangan prima dan teorema fundamental aritmatik. Euclid juga memperlihatkan cara menyusun sebuah bilangan sempurna (perfect number) dari sebuah bilangan prima Mersenne yang ditemukan kemudian. Bilangan prima Mersenne adalah sebuah bilangan prima dengan rumus Mn=2n-1. Dalam karya Euclid tersebut, terdapat proporsi bahwa ‘jika 2n-1 adalah bilangan prima maka (2n-1)+(2n-1) adalah bilangan sempurna. Pada masa itu, bangsa Yunani telah menemukan 4 bilangan sempurna, yaitu 6, 28, 496 dan 8128. Berkaitan dengan bilangan sempurna, sekitar 2000 tahun kemudian seorang matematikawan, Euler pada tahun 1947 telah mampu menunjukkan bahwa semua bilangan sempurna adalah genap. Hal ini disebut Konjektur Goldbach. Dalam Konjektur Goldbach, berbunyi ‘setiap bilangan bulat genap lebih besar dari atau sama dengan 4 dapat ditulis sebagai jumlah dari dua bilangan prima’. Konjektur Goldbach adalah salah satu persoalan yang belum terpecahkan dalam teori angka dan bahkan dalam matematika secara keseluruhan. Konjektur Goldbach pertama kali disebut oleh Christian Goldbach dalam suratnya kepada Euler pada tahun 1942. Dalam suratnya, Goldbach mengemukakan bahwa bilangan genap lebih dari atau sama dengan 4 dapat ditulis sebagai hasil penjumlahan dua bilangan prima, tetapi dia tidak berhasil membuktikan kebenarannya.
Pada teorema ke-20 dari buku IX The Elements Euclide menyatakan bahwa ‘tidak ada bilangan prima yang terakhir’. Pernyataan ini menunjukkan ketakberhinggaan bilangan prima yang dibuktikan Euclid dengan menggunakan cara pembuktian kontradiksi, yang merupakan pertama kali dalam sejarah matematika. Selain itu, Euclid juga memberikan bukti Teorema Fundamental Aritmetika, yaitu ‘setiap bilangan bulat dapat ditulis sebagai hasil kali bilanngan-bilangan prima dalam sebuah bentuk dasar yang unik’.
Bukti selanjutnya adalah Sieve of Eratosthenes (Saringan Eratosthenes), yaitu cara untuk menentukan bilangan prima dalam suatu rentang tertentu. Saringan ini ditemukan oleh Eratosthenes, seorang ilmuan Yunani Kuno. Eratosthenes lahir di Cyrene (Libya), tetapi bekerja dan meninggal di Alexandria. Dia tidak pernah menikah dan dikenal sombong. Dia belajar di Alexandria dan untuk beberapa tahun di Athena. Pada 236 SM, ia ditunjuk oleh Ptolemy III Euergetes I sebagai pustakawan Perpustakaan Alexandria, menggantikan Zenodotos. Sekitar tahun 255 SM, ia menciptakan bola armilar yang digunakan secara luas hingga diciptakannya oreri pada abad 18. Pada 195 SM, ia mengalami kebutaan dan selama setahun membiarkan dirinya kelaparan hingga meninggal. Ia dicatat oleh Cleomedes dalam On the Circular Motions of the Celestial Bodies sebagai orang yang telah menghitung keliling Bumi pada tahun 240 SM, menggunakan metode trigonometri dan pengetahuan mengenai sudut kemiringan Matahari saat tengah hari di Alexandria dan Syene (Aswan, Mesir).
Saringan Eratosthenes merupakan cara paling sederhana dan paling cepat untuk menemukan bilangan prima sebelum ditemukan Saringan Atkin pada tahun 2004. Saringan Atkin merupakan cara yang lebih cepat, namun lebih rumit dibandingkan dengan Saringan Eratosthenes. Misalkan kita akan menentukan semua bilangan prima antara 1 sampai n menggunakan Saringan Eratosthenes, langkah-langkahnya adalah
1.       Tulis semua bilangan antara 1 sampai n, sebut daftar A.
2.       Buat daftar yang masih kosong, misal daftar B.
3.       Coret bilangan 1 dari daftar A.
4.       Tulis 2 pada daftar B, lalu coret 2 dan semua kelipatannya dari daftar A.
5.       Bilangan pertama yang belum dicoret dari daftar A (misalnya 3) adalah bilangan prima. Tulis di daftar B, lalu coret bilangan ini dan semua kelipatannya.
6.       Ulangi langkah 4 sampai semua bilangan di daftar A tercoret.
7.       Semua bilangan di daftar B adalah bilangan prima. kembali setelah berabad-abad berhenti.
Pada tahun 1640, Pieere de Fermat berhasil membuat Teorema Kecil fermat (Fermat’s Little Theorem) yang kemudian dibuktikan oleh Leibniz.
Pada abad XVII, penelitian terhadap bilangan prima dilanjutkan Euler. Lama setelah itu, Euler menemukan kekurangan pada teorema ini. Seorang matematikawan Perancis, Marin Mersenne (1588-1648) kemudian membuat suatu bentuk baru dari bilangan prima yang diberi nama bilangan prima Mersenne (Mersenne Prime). Cara penentuannya pun belum sempurna karena diantaranya terdapat beberapa prima semu.
Sampai abad XIX, masih banyak matematikawan yang beranggapan bahwa 1 adalah bilangan prima, dari definisi bilangan prima adalah bilangan yang habis dibagi 1 dan bilangan itu sendiri tanpa membatasi jumlah pembagi. Pada abad XIX, Legendre dan Gauss membuat sebuah konjektural untuk menghitung banyaknya bilangan prima yang kurang dari atau sama dengan suatu bilangan dan dibuktikan pada tahun 1896 dan berganti nama menjadi Teorema Bilangan Prima (Prime Number Theorem). Sebelumnya pada tahun 1859, Riemann juga mencoba membuktikan konjektural tersebut menggunakan fungsi zeta.
Pencarian bilangan prima terus berlanjut. Banyak matematikawan yang meneliti tentang tes bilangan prima. Sebagai contoh, Pepin’s test untuk bilangan Fermat (1877), Lucas-Lehmer test untuk bilangan Mersenne (1856), dan Lucas-Lehmer test yang digeneralisasikan.
Pada abad XX, penggunaan bilangan prima di luar bidang matematika mulai dikembangkan. Pada era 1970-an, ketika konsep kriptografi ditemukan, bilangan prima menjadi salah satu dasar pembuatan kunci algoritma enkripsi seperti RSA.
Banyaknya bilangan prima tak terhingga, berapa pun banyaknya kita menghitung, pasti akan menemukan bilangan prima. Hal ini menjadi teka-teki, jika mengingat bilangan prima tidak dapat dibagi oleh bilangan lainnya. Salah satu hal yang menakjubkan adalah dalam era komputer, kita memberikan kodetifikasi untuk semua hal yang penting dan rahasia dalam angka jutaan bilangan-bilangan yang tidak habis dibagi oleh angka lainnya. Ini diperlukan karena dengan penggunaan angka lain, kodetifikasi tadi dapat dengan mudah ditembus.
Fenomena inilah yang ditemukan oleh ilmuan dari Duesseldorf (Dr. Plichta), sehubungan dengan penciptaan alam, yaitu distribusi misterius bilangan prima. Para ilmuan sudah lama percaya bahwa bilangan prima adalah bahasa universal yang dapat dimengerti oleh semua makhluk sebagai komunikasi dasar. Bahasa ini penuh misteri karena berhubungan dengan perencanaan universal kosmos.

Sabtu, 29 Desember 2012

Sejarah Bilangan Nol

Diposting oleh Unknown di 20.07 0 komentar


Dalam matematika modern seperti sekarang, nol sebagai bilangan sudah menjadi hal yang biasa. Namun, nol tidak ditemukan dalam sistem bilangan yang paling kuno. Pada masa Yunani dan Romawi Kuno nol bukan merupakan konsep dalam sistem perhitungan. Bahkan sampai abad pertengahan, nol belum masuk pada sistem perhitungan Eropa.
Angka nol ditemukan sekurang-kurangnya 3 kali secara terpisah. Saat itu, kegunaannya adalah sebagai pengisi kedudukan dalam sistem perhitungan.
Pada awalnya, bangsa Babilonia tidak memiliki simbol untuk nol karena ruang kosong antara bilangan-bilangan dianggap cukup sebagai pembatas. Tetapi, ruang kosong tersebut dapat dengan mudah terabaikan atau disalahtafsirkan sehingga mereka membuat simbol untuk nol untuk yang pertama kali. Bentuknya sedikit menyerupai dengan nol sekarang. Namun, peradaban Babilonia mengalami kemunduran, begitu juga dengan nol.
Bangsa Yunani Kuno memiliki sistem bilangan yang lebih rumit dibanding bangsa Babilonia. Namun, mereka tidak mempunyai simbol untuk nol dalam sistem bilangannya. Justru nol cenderung menimbulkan masalah bagi bangsa Yunani.
Konsep bilangan nol dan sifat-sifatnya terus berkembang. Hingga pada abad ke-7, Brahmagupta, seorang matematikawan India memperkenalkan beberapa sifat bilangan nol, seperti suatu bilangan jika dijumlahkan dengan nol akan menghasilkan bilangan itu sendiri, demikian pula jika sebuah bilangan dikalikan dengan nol hasilnya adalah nol. Namun, Brahmagupta mengalami kesulitan dan cenderung ke arah yang salah ketika berhadapan dengan pembagian oleh nol. Dia menyatakan bahwa ‘sebuah bilangan jika dibagi oleh nol adalah tetap’.
Kesalahan ini kemudian diperbaiki oeh Bhaskara dalam bukunya ‘Leelavati’ yang menyatakan bahwa ‘pembagian sebuah bilangan oleh nol adalah jumlah yang tak terhingga’.
Dalam suku Indian Kuno, nol disimbolkan dengan sebuah lingkaran dengan titik di dalamnya. Nol berasal dari bahasa Sansekerta ‘soonya’ yang berarti tidak ada atau kosong.
Al-Khwarizmi, seorang matematikawan muslim dari Arab kemudian meneliti sistem perhitungan Hindu (India). Dia menulis dalam bukunya Hisab Al-Jabr wa Al-Muqabala Khowarizmi, ‘soonya’ sebagai ‘al-sifr’ atau ‘sifr’ dan membuat angka-angka India populer. Al-Khwarizmi adalah yang pertama kali memperkenalkan penggunaan bilangan nol sebagai nilai tempat dalam basis sepuluh. Sistem ini disebut sistem bilangan desimal. Selain itu, Al-Khwarizmi juga merupakan penulis kitab aljabar yang pertama. Karyanya adalah Kitab Al-Jabr Wal Muqabalah, dimana istilah aljabar pertama kali muncul dalam konteks disiplin ilmu.
Gudang Ilmu Pengetahuan yang kita ketahui berasal dari kawasan Eropa. Namun, sejatinya Gudang Ilmu Pengetahuan berasal dari kawasan Timur Tengah, yaitu Mesopotamia yang menjadi peradaban tertua di dunia.
Masyarakat dunia sangat mengenal Leonardo Fibonacci sebagai ahli matematika aljabar. Namun, dibalik kedigdayaan Leonardo Fibonacci sebagai ahli matematika aljabar ternyata hasil pemikirannya sangat dipengaruhi oleh matematikawan Muslim, Muhammad bin Musa Al-Khwarizmi. Dia adalah seorang tokoh yang dilahirkan di Khiva (Iraq) pada tahun 780 M. Dia kemudian menetap di Qutrubulli, Baghdad. Selain ahli dalam matematika, Al-Khwarizmi juga seorang ahli geografi, sejarah dan juga seorang seniman. Karyanya dalam bidang matematika dimaktub dalam Kitabul Jama wat Tafriq dan Hisab Al-Jabar wal Muqabla. Al-Khwarizmi inilah yang menemukan angka nol yang digunakan sampai saat ini.
Al-Khwarimi juga seorang ahli ilmu murni. Karyanya, Kitab Surat Al-Ard menggambarkan secara detail bagian-bagian bumi. CA Nallino, seorang penterjemah karya Al-Khwarizmi dalam bahasa Latin menegaskan bahwa tak ada seorang Eropa pun yang dapat menghasilkan karya seperti Al-Khwarizmi.
Al-Khwarizmi meninggal pada tahun 262 H/846 M di Baghdad. Setelah meninggal, keberadaan karyanya beralih pada komunitas Islam, yaitu bagaimana cara menjabarkan bilangan dalam sebuah metode perhitungan, termasuk dalam bilangan pecahan. Di dunia Barat, Ilmu Matematika lebih banyak dipengaruhi oleh Karya Al-Khwarizmi dibanding karya para penulis Eropa pada abad pertengahan.

Minggu, 16 Desember 2012

Cara Cepat Menghitung Pemangkatan Bilangan Puluhan yang Berakhiran 5

Diposting oleh Unknown di 00.52 0 komentar

Perhatikan contoh berikut:


1. 35 x 35

Cara menghitungnya:
Pertama-tama kalikan 3 x 4 = 12 (angka 4 di dapat dari 3 tambah 1)
Kemudian 5 x 5 = 25
Jadi 35 x 35 = 1225


2. 65 x 65


Cara menghitungnya:
Sama seperti contoh pertama yaitu kalikan 6 x 7 = 42 (angka 7 di dapat dari 6 tambah 1)
Kemudian 5 x 5 = 25
Jadi 65 x 65 = 4225






Cobalah dengan angka-angka yang lain..!!!





Menghitung Cepat Perkalian dengan Angka 11

Diposting oleh Unknown di 00.42 0 komentar

Cara cepat menghitung perkalian dengan angka 11 adalah dengan menjumlahkan sepasang angka, kecuali angka yang ada di bagian ujung.
Dalam menghitung perkalian dengan angka11 yang perlu di ingat adalah mulailah menghitung dari kanan ke kiri.

Misal: 436 x 6
Pertama tulis 6 lalu jumlahkan 6 dengan angka di sebelahnya yaitu 3 sehingga didapatkan angka 9
Tuliskan 9 disebelah kiri 6.
Lalu jumlahkan 3 dengan 4 sehingga diperoleh angka 7.
Terakhir tuliskan angka yang paling kiri yaitu 4.
Jadi, 436×11 = 4796.


Misalkan lagi: 4657 x 11
Mulai dari kanan tuliskan angka 7.
Lalu 7+5=12.
Tuliskan 2 dan simpan angka 1.
Kemudian 5+6 = 11, tambah 1 yang tadi kita simpan sehingga diperoleh angka12.
Sekali lagi tuliskan 2 dan simpan 1.
Lalu 6+4 = 10 tambah dengan1 yang kita simpan tadi sehingga diperoleh angka 11.
Tuliskan lagi 1 dan simpan 1.
Terakhir angka paling kiri yaitu 4 tambahkan dengan 1 yang tadi kita simpan maka diperoleh 5.
Jadilah, 4657×11 = 51227 .





Cobalah lagi dengan angka yang lain..!!!





Senin, 31 Desember 2012

Sejarah Bilangan Prima

Diposting oleh Unknown di 15.16 0 komentar


Dalam sejarah awal perkembangannya, pengertian bilangan prima adalah bagian dari himpunan bilangan bulat positif lebih dari 1 dan hanya mempunyai dua faktor, yaitu 1 dan bilangan itu sendiri. Jika definisinya diperluas menjadi himpunan bilangan bulat, maka dikenal bilangan prima negatif dan bilangan prima positif. Bilangan-bilangan selain bilangan prima disebut bilangan komposit. Cara yang paling sederhana untuk menentukan bilangan prima dalam suatu rentang tertentu adalah dengan menggunakan Sieve of Erastosthenes (Saringan Erastothenes). Bilangan prima dapat disebut sebagai batu pembangun bilangan bulat positif seperti yang sudah dibuktukan dalam Teorema Fundamental Aritmetik.
Dalam beberapa usaha penemuan yang bertujuan mengkaji hubungan antar bilangan prima, dikenal pula bilangan prima kembar (twin primes) yang merupakan pasangan bilangan prima yang memenuhi kaidah p dan p+2 dengan p adalah bilangan prima. Sebagai contoh, 3 dan 5, 11 dan 13, 29 dan 31.
Sejarah bilangan prima dimulai pada zaman Mesir Kuno dengan ditemukannya sebuah catatan yang menyatakan penggunaan bilangan prima pada zaman tersebut. Namun, bilangan prima dan komposit pada saat itu berbeda dengan bilangan prima dan komposit yang kita kenal sekarang. Bukti lain permulaan sejarah bilangan prima adalah sebuah catatan penelitian bilangan prima oleh bangsa Yunani Kuno.
Dalam sejarah Yunani Kuno, Pythagoras (570 SM-500 SM) terkenal melalui ‘Theorem of Pythagoras’ dan memunculkan Pythagorean Triples yang sebenarnya sudah ada sejak 1000 tahun sebelum masa Pythagoras. Sebelumnya, bangsa Babilonia telah mengenal Pythagorean Triples tersebut dengan nama Babylonian triples. Babylonian Triples terdapat dalam Plimpton 322 yang diperkirakan berasal dari tahun 1900 SM. Terdapat perbedaan antara Pythagorean Triples dengan Babylonian Triples. Pada Babylonian Triples disyaratkan bahwa u dan v sebagai generator 2uv, u2-v2 dan u2+v2 yang merupakan ukuran sisi-sisi segitiga siku-siku, harus relatif prima dan tidak mempunyai faktor prima selain 2, 3 atau 5. Sebagai contoh, 56, 90 dan 106 adalah Babylonian Triples karena u=9 dan v=5. Contoh lain, 28, 45 dan 53 adalah Pythagorean Triples, tetapi bukan Babylonian Triples karena u=7 dan u memiliki faktor prima 7.
Bilangan prima dalam Rumusan Bilangan Sempurna terdapat pada karya Euclid dalam buku IX Elements (300 SM) yang berisi beberapa teorema penting mengenai bilangan prima, termasuk ketakberhinggaan bilangan prima dan teorema fundamental aritmatik. Euclid juga memperlihatkan cara menyusun sebuah bilangan sempurna (perfect number) dari sebuah bilangan prima Mersenne yang ditemukan kemudian. Bilangan prima Mersenne adalah sebuah bilangan prima dengan rumus Mn=2n-1. Dalam karya Euclid tersebut, terdapat proporsi bahwa ‘jika 2n-1 adalah bilangan prima maka (2n-1)+(2n-1) adalah bilangan sempurna. Pada masa itu, bangsa Yunani telah menemukan 4 bilangan sempurna, yaitu 6, 28, 496 dan 8128. Berkaitan dengan bilangan sempurna, sekitar 2000 tahun kemudian seorang matematikawan, Euler pada tahun 1947 telah mampu menunjukkan bahwa semua bilangan sempurna adalah genap. Hal ini disebut Konjektur Goldbach. Dalam Konjektur Goldbach, berbunyi ‘setiap bilangan bulat genap lebih besar dari atau sama dengan 4 dapat ditulis sebagai jumlah dari dua bilangan prima’. Konjektur Goldbach adalah salah satu persoalan yang belum terpecahkan dalam teori angka dan bahkan dalam matematika secara keseluruhan. Konjektur Goldbach pertama kali disebut oleh Christian Goldbach dalam suratnya kepada Euler pada tahun 1942. Dalam suratnya, Goldbach mengemukakan bahwa bilangan genap lebih dari atau sama dengan 4 dapat ditulis sebagai hasil penjumlahan dua bilangan prima, tetapi dia tidak berhasil membuktikan kebenarannya.
Pada teorema ke-20 dari buku IX The Elements Euclide menyatakan bahwa ‘tidak ada bilangan prima yang terakhir’. Pernyataan ini menunjukkan ketakberhinggaan bilangan prima yang dibuktikan Euclid dengan menggunakan cara pembuktian kontradiksi, yang merupakan pertama kali dalam sejarah matematika. Selain itu, Euclid juga memberikan bukti Teorema Fundamental Aritmetika, yaitu ‘setiap bilangan bulat dapat ditulis sebagai hasil kali bilanngan-bilangan prima dalam sebuah bentuk dasar yang unik’.
Bukti selanjutnya adalah Sieve of Eratosthenes (Saringan Eratosthenes), yaitu cara untuk menentukan bilangan prima dalam suatu rentang tertentu. Saringan ini ditemukan oleh Eratosthenes, seorang ilmuan Yunani Kuno. Eratosthenes lahir di Cyrene (Libya), tetapi bekerja dan meninggal di Alexandria. Dia tidak pernah menikah dan dikenal sombong. Dia belajar di Alexandria dan untuk beberapa tahun di Athena. Pada 236 SM, ia ditunjuk oleh Ptolemy III Euergetes I sebagai pustakawan Perpustakaan Alexandria, menggantikan Zenodotos. Sekitar tahun 255 SM, ia menciptakan bola armilar yang digunakan secara luas hingga diciptakannya oreri pada abad 18. Pada 195 SM, ia mengalami kebutaan dan selama setahun membiarkan dirinya kelaparan hingga meninggal. Ia dicatat oleh Cleomedes dalam On the Circular Motions of the Celestial Bodies sebagai orang yang telah menghitung keliling Bumi pada tahun 240 SM, menggunakan metode trigonometri dan pengetahuan mengenai sudut kemiringan Matahari saat tengah hari di Alexandria dan Syene (Aswan, Mesir).
Saringan Eratosthenes merupakan cara paling sederhana dan paling cepat untuk menemukan bilangan prima sebelum ditemukan Saringan Atkin pada tahun 2004. Saringan Atkin merupakan cara yang lebih cepat, namun lebih rumit dibandingkan dengan Saringan Eratosthenes. Misalkan kita akan menentukan semua bilangan prima antara 1 sampai n menggunakan Saringan Eratosthenes, langkah-langkahnya adalah
1.       Tulis semua bilangan antara 1 sampai n, sebut daftar A.
2.       Buat daftar yang masih kosong, misal daftar B.
3.       Coret bilangan 1 dari daftar A.
4.       Tulis 2 pada daftar B, lalu coret 2 dan semua kelipatannya dari daftar A.
5.       Bilangan pertama yang belum dicoret dari daftar A (misalnya 3) adalah bilangan prima. Tulis di daftar B, lalu coret bilangan ini dan semua kelipatannya.
6.       Ulangi langkah 4 sampai semua bilangan di daftar A tercoret.
7.       Semua bilangan di daftar B adalah bilangan prima. kembali setelah berabad-abad berhenti.
Pada tahun 1640, Pieere de Fermat berhasil membuat Teorema Kecil fermat (Fermat’s Little Theorem) yang kemudian dibuktikan oleh Leibniz.
Pada abad XVII, penelitian terhadap bilangan prima dilanjutkan Euler. Lama setelah itu, Euler menemukan kekurangan pada teorema ini. Seorang matematikawan Perancis, Marin Mersenne (1588-1648) kemudian membuat suatu bentuk baru dari bilangan prima yang diberi nama bilangan prima Mersenne (Mersenne Prime). Cara penentuannya pun belum sempurna karena diantaranya terdapat beberapa prima semu.
Sampai abad XIX, masih banyak matematikawan yang beranggapan bahwa 1 adalah bilangan prima, dari definisi bilangan prima adalah bilangan yang habis dibagi 1 dan bilangan itu sendiri tanpa membatasi jumlah pembagi. Pada abad XIX, Legendre dan Gauss membuat sebuah konjektural untuk menghitung banyaknya bilangan prima yang kurang dari atau sama dengan suatu bilangan dan dibuktikan pada tahun 1896 dan berganti nama menjadi Teorema Bilangan Prima (Prime Number Theorem). Sebelumnya pada tahun 1859, Riemann juga mencoba membuktikan konjektural tersebut menggunakan fungsi zeta.
Pencarian bilangan prima terus berlanjut. Banyak matematikawan yang meneliti tentang tes bilangan prima. Sebagai contoh, Pepin’s test untuk bilangan Fermat (1877), Lucas-Lehmer test untuk bilangan Mersenne (1856), dan Lucas-Lehmer test yang digeneralisasikan.
Pada abad XX, penggunaan bilangan prima di luar bidang matematika mulai dikembangkan. Pada era 1970-an, ketika konsep kriptografi ditemukan, bilangan prima menjadi salah satu dasar pembuatan kunci algoritma enkripsi seperti RSA.
Banyaknya bilangan prima tak terhingga, berapa pun banyaknya kita menghitung, pasti akan menemukan bilangan prima. Hal ini menjadi teka-teki, jika mengingat bilangan prima tidak dapat dibagi oleh bilangan lainnya. Salah satu hal yang menakjubkan adalah dalam era komputer, kita memberikan kodetifikasi untuk semua hal yang penting dan rahasia dalam angka jutaan bilangan-bilangan yang tidak habis dibagi oleh angka lainnya. Ini diperlukan karena dengan penggunaan angka lain, kodetifikasi tadi dapat dengan mudah ditembus.
Fenomena inilah yang ditemukan oleh ilmuan dari Duesseldorf (Dr. Plichta), sehubungan dengan penciptaan alam, yaitu distribusi misterius bilangan prima. Para ilmuan sudah lama percaya bahwa bilangan prima adalah bahasa universal yang dapat dimengerti oleh semua makhluk sebagai komunikasi dasar. Bahasa ini penuh misteri karena berhubungan dengan perencanaan universal kosmos.

Sabtu, 29 Desember 2012

Sejarah Bilangan Nol

Diposting oleh Unknown di 20.07 0 komentar


Dalam matematika modern seperti sekarang, nol sebagai bilangan sudah menjadi hal yang biasa. Namun, nol tidak ditemukan dalam sistem bilangan yang paling kuno. Pada masa Yunani dan Romawi Kuno nol bukan merupakan konsep dalam sistem perhitungan. Bahkan sampai abad pertengahan, nol belum masuk pada sistem perhitungan Eropa.
Angka nol ditemukan sekurang-kurangnya 3 kali secara terpisah. Saat itu, kegunaannya adalah sebagai pengisi kedudukan dalam sistem perhitungan.
Pada awalnya, bangsa Babilonia tidak memiliki simbol untuk nol karena ruang kosong antara bilangan-bilangan dianggap cukup sebagai pembatas. Tetapi, ruang kosong tersebut dapat dengan mudah terabaikan atau disalahtafsirkan sehingga mereka membuat simbol untuk nol untuk yang pertama kali. Bentuknya sedikit menyerupai dengan nol sekarang. Namun, peradaban Babilonia mengalami kemunduran, begitu juga dengan nol.
Bangsa Yunani Kuno memiliki sistem bilangan yang lebih rumit dibanding bangsa Babilonia. Namun, mereka tidak mempunyai simbol untuk nol dalam sistem bilangannya. Justru nol cenderung menimbulkan masalah bagi bangsa Yunani.
Konsep bilangan nol dan sifat-sifatnya terus berkembang. Hingga pada abad ke-7, Brahmagupta, seorang matematikawan India memperkenalkan beberapa sifat bilangan nol, seperti suatu bilangan jika dijumlahkan dengan nol akan menghasilkan bilangan itu sendiri, demikian pula jika sebuah bilangan dikalikan dengan nol hasilnya adalah nol. Namun, Brahmagupta mengalami kesulitan dan cenderung ke arah yang salah ketika berhadapan dengan pembagian oleh nol. Dia menyatakan bahwa ‘sebuah bilangan jika dibagi oleh nol adalah tetap’.
Kesalahan ini kemudian diperbaiki oeh Bhaskara dalam bukunya ‘Leelavati’ yang menyatakan bahwa ‘pembagian sebuah bilangan oleh nol adalah jumlah yang tak terhingga’.
Dalam suku Indian Kuno, nol disimbolkan dengan sebuah lingkaran dengan titik di dalamnya. Nol berasal dari bahasa Sansekerta ‘soonya’ yang berarti tidak ada atau kosong.
Al-Khwarizmi, seorang matematikawan muslim dari Arab kemudian meneliti sistem perhitungan Hindu (India). Dia menulis dalam bukunya Hisab Al-Jabr wa Al-Muqabala Khowarizmi, ‘soonya’ sebagai ‘al-sifr’ atau ‘sifr’ dan membuat angka-angka India populer. Al-Khwarizmi adalah yang pertama kali memperkenalkan penggunaan bilangan nol sebagai nilai tempat dalam basis sepuluh. Sistem ini disebut sistem bilangan desimal. Selain itu, Al-Khwarizmi juga merupakan penulis kitab aljabar yang pertama. Karyanya adalah Kitab Al-Jabr Wal Muqabalah, dimana istilah aljabar pertama kali muncul dalam konteks disiplin ilmu.
Gudang Ilmu Pengetahuan yang kita ketahui berasal dari kawasan Eropa. Namun, sejatinya Gudang Ilmu Pengetahuan berasal dari kawasan Timur Tengah, yaitu Mesopotamia yang menjadi peradaban tertua di dunia.
Masyarakat dunia sangat mengenal Leonardo Fibonacci sebagai ahli matematika aljabar. Namun, dibalik kedigdayaan Leonardo Fibonacci sebagai ahli matematika aljabar ternyata hasil pemikirannya sangat dipengaruhi oleh matematikawan Muslim, Muhammad bin Musa Al-Khwarizmi. Dia adalah seorang tokoh yang dilahirkan di Khiva (Iraq) pada tahun 780 M. Dia kemudian menetap di Qutrubulli, Baghdad. Selain ahli dalam matematika, Al-Khwarizmi juga seorang ahli geografi, sejarah dan juga seorang seniman. Karyanya dalam bidang matematika dimaktub dalam Kitabul Jama wat Tafriq dan Hisab Al-Jabar wal Muqabla. Al-Khwarizmi inilah yang menemukan angka nol yang digunakan sampai saat ini.
Al-Khwarimi juga seorang ahli ilmu murni. Karyanya, Kitab Surat Al-Ard menggambarkan secara detail bagian-bagian bumi. CA Nallino, seorang penterjemah karya Al-Khwarizmi dalam bahasa Latin menegaskan bahwa tak ada seorang Eropa pun yang dapat menghasilkan karya seperti Al-Khwarizmi.
Al-Khwarizmi meninggal pada tahun 262 H/846 M di Baghdad. Setelah meninggal, keberadaan karyanya beralih pada komunitas Islam, yaitu bagaimana cara menjabarkan bilangan dalam sebuah metode perhitungan, termasuk dalam bilangan pecahan. Di dunia Barat, Ilmu Matematika lebih banyak dipengaruhi oleh Karya Al-Khwarizmi dibanding karya para penulis Eropa pada abad pertengahan.

Minggu, 16 Desember 2012

Cara Cepat Menghitung Pemangkatan Bilangan Puluhan yang Berakhiran 5

Diposting oleh Unknown di 00.52 0 komentar

Perhatikan contoh berikut:


1. 35 x 35

Cara menghitungnya:
Pertama-tama kalikan 3 x 4 = 12 (angka 4 di dapat dari 3 tambah 1)
Kemudian 5 x 5 = 25
Jadi 35 x 35 = 1225


2. 65 x 65


Cara menghitungnya:
Sama seperti contoh pertama yaitu kalikan 6 x 7 = 42 (angka 7 di dapat dari 6 tambah 1)
Kemudian 5 x 5 = 25
Jadi 65 x 65 = 4225






Cobalah dengan angka-angka yang lain..!!!





Menghitung Cepat Perkalian dengan Angka 11

Diposting oleh Unknown di 00.42 0 komentar

Cara cepat menghitung perkalian dengan angka 11 adalah dengan menjumlahkan sepasang angka, kecuali angka yang ada di bagian ujung.
Dalam menghitung perkalian dengan angka11 yang perlu di ingat adalah mulailah menghitung dari kanan ke kiri.

Misal: 436 x 6
Pertama tulis 6 lalu jumlahkan 6 dengan angka di sebelahnya yaitu 3 sehingga didapatkan angka 9
Tuliskan 9 disebelah kiri 6.
Lalu jumlahkan 3 dengan 4 sehingga diperoleh angka 7.
Terakhir tuliskan angka yang paling kiri yaitu 4.
Jadi, 436×11 = 4796.


Misalkan lagi: 4657 x 11
Mulai dari kanan tuliskan angka 7.
Lalu 7+5=12.
Tuliskan 2 dan simpan angka 1.
Kemudian 5+6 = 11, tambah 1 yang tadi kita simpan sehingga diperoleh angka12.
Sekali lagi tuliskan 2 dan simpan 1.
Lalu 6+4 = 10 tambah dengan1 yang kita simpan tadi sehingga diperoleh angka 11.
Tuliskan lagi 1 dan simpan 1.
Terakhir angka paling kiri yaitu 4 tambahkan dengan 1 yang tadi kita simpan maka diperoleh 5.
Jadilah, 4657×11 = 51227 .





Cobalah lagi dengan angka yang lain..!!!





 

Blog Liez Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipietoon Blogger Template Image by Online Journal